Bolehkah Kedangkalan Pola Pikir Menciderai Aspek Krusial Peran dan History Dunia Pesantren?

Bolehkah Kedangkalan Pola Pikir Menciderai Aspek Krusial Peran dan History Dunia Pesantren?


Tagar " Boikot Trans 7 " dalam beberapa waktu terakhir ramai digaungkan di beberapa platform media sosial. Hal besar yang melatarbelakangi munculnya fenomena ini adalah sebuah tayangan program televisi nasional yang dirasa merugikan dunia pesantren. Lewat program "Xpous uncensored" pihak trans 7 telah menggiring opini publik dengan menyuguhkan tayangan yang tidak pantas dan bahkan dibumbui dengan narasi yang jauh dari kata beradab.

Bagaimana mungkin, sekelas media elektronik nasional yang harusnya Dibackup  oleh crew profesional memberikan tontonan yang sangat dangkal dan berimbas pada kekisruhan ditengah masyarakat. Ini adalah blunder yang sulit ditolerir oleh masyarakat. Pesantren yang secara historis menjadi potret sistem pendidikan di Indonesia dan telah memberikan kontribusi besar bagi pembangunan SDM bangsa ini, hari ini diberitakan dengan narasi yang jauh dari kata layak.

Apakah media sekelas televisi nasional tidak memiliki standar materi pemberitaan yang lebih pantas? Atau reputasi sekarang sudah tidak penting karena ada fenomena "viral" yang hari ini menjadi salah satu atau bahkan prioritas utama bagi media masa untuk kepentingan komersial yang lebih menggiurkan? Lantas bagaimana masyarakat harus tetap bertahan pada prinsip kehidupan yang lebih baik? Sementara informasi yang disuguhkan oleh media nasional bisa tidak memiliki adab dan standar yang membangun pola pikir kearah kemajuan.

Dalam pandangan awam tentang dunia pesantren, sistem dan metode pembelajaran yang bersifat klasikal yang telah diterapkan selama ratusan tahun oleh pesantren mampu memberikan dampak yang sangat positif bagi perkembangan masyarakat. Keseharian santri yang dituntun oleh Gurunya (dalam hal ini adalah kyai) faktanya merealisasikan satu bentuk konsep pembelajaran yang final. Membaca atau mengkaji kitab yang sumber data keilmuannya murni dari figur-figur ulama yang benar-benar berada dalam satu garis keilmuan yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW, kemudian mendiskusikan kajian itu untuk sampai pada titik menemukan akar permasalahan suatu fenomena,  hingga menemukan jalan terbaik dari setiap persoalan yang nantinya di jadikan pedoman oleh para santri bersikap ditengah kehidupan bermasyarakat.

Apakah model pembelajaran kompleks seperti itu dapat ditemukan di tempat lain selain pesantren? Faktanya akan sangat sulit bahkan hingga di banyak tempat masyarakat mengenyam pendidikan umum seperti sekolah dan kampus-kampus. Kyai yang setiap detik waktunya selalu memberikan seluruh hidupnya untuk para santri juga tidak mungkin digantikan oleh apapun yang benar-benar mampu menjangkau titik keikhlasan sedalam itu.

Melukai martabat kyai dan pesantren, berarti juga menodai nilai spiritualitas bangsa ini. Kedangkalan pola pikir, tidak sepantasnya mengulik hal-hal krusial yang sama sekali tidak mungkin digantikan oleh apapun. Kegagalan menelaah makna dari tradisi dan budaya, tidak bisa menjangkau pada sebuah pemahaman menelaah  adab.

Menjadi manusia modern dengan segala hiruk-pikuk kehidupan yang terus berkembang, sudah sepatutnya kita mendekat pada sumber pendidikan yang sampai detik ini masih konsisten menjaga keseimbangan peradaban manusia. Tidak bisa atau bahkan tidak relevan jika sebuah peradaban manusia menjauh dari nilai-nilai luhur yang kental akan syarat kebijaksanaan.

Beranda Alinaaroh

Beranda Al-Inaaroh merupakan media yang mengakomodir berbagai bentuk informasi lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan Yayasan Abah Lutfi Center.

Post a Comment

Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan

Previous Post Next Post